Tomoni Timur — Udara pagi di pendopo UPT SMP Negeri 1 Tomoni Timur terasa berbeda, Selasa (29/4/2025). Bukan karena semilir angin yang menyusup dari sela pepohonan di halaman sekolah, melainkan karena denting doa yang bersahut dengan tarian. Hari itu, sekolah menjadi altar kecil bagi tradisi, kebersamaan, dan sejumput harapan tentang Indonesia di masa depan.
Dengan tema “Manawasewa Madawasewa: Mewujudkan Indonesia Emas 2045,” kegiatan Darmasanti diselenggarakan sebagai bentuk penghormatan dan perayaan keagamaan siswa-siswi Hindu. Bukan acara besar dengan hiruk pikuk modernitas, melainkan perayaan sederhana namun syarat makna: tentang melayani sesama, tentang merawat nilai, tentang menjaga cahaya keyakinan tetap hidup di ruang-ruang kelas.
Dua siswi kelas VIII tampil memandu acara. Mereka tak hanya berbicara, mereka menanamkan keberanian—menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris secara silih berganti. Suara mereka menjadi jembatan antar budaya, antar generasi.
Di depan tamu undangan yang hadir ; Camat Tomoni Timur Yulius, Penyelenggara Hindu Kemenag Luwu Timur Made Tirtayasa, pengawas agama Hindu ,Ketua Pasraman, dan para guru, gemulai tarian Bali dari siswa-siswi sanggar seni Siwanataraja Desa Kertoraharjo melengkapi suasana. Tarian yang lahir dari rahim budaya itu tak sekadar hiburan, melainkan pengingat: bahwa akar tradisi bisa tumbuh subur di tengah bangku sekolah.
Kepala UPT SMPN 1 Tomoni Timur, Drs. Aris Ruruk, menyebut kegiatan ini sebagai bagian dari pembinaan keagamaan yang telah menjadi napas sekolah. Ia menyampaikan, dari 488 siswa yang terdaftar, sebanyak 193 di antaranya memeluk agama Hindu. “Kami memberi ruang kepada siswa untuk menjalankan kegiatan keagamaan tanpa kecuali. Ini bukan hanya soal toleransi, tapi tentang keadilan,” ucapnya dengan nada hangat.
Sementara itu, Camat Tomoni Timur Yulius melihat Darmasanti sebagai cermin spiritualitas yang hidup. Ia menyebut kegiatan ini sebagai bentuk nyata pembinaan karakter yang tak hanya dibebankan pada guru, tapi juga orang tua. “Saya percaya pembinaan di sekolah ini sangat baik, baik secara spiritual maupun dalam prestasi akademik dan non-akademik,” katanya.
Ia juga memuji dua pembawa acara muda yang tampil percaya diri di atas panggung, mengibarkan simbol bahwa generasi baru telah siap membawa identitas mereka dengan bangga.
Di akhir acara, langit Tomoni Timur tetap biru. Tapi di hati mereka yang hadir, ada warna lain yang tertinggal: warna toleransi, warna budaya, dan warna iman yang tidak saling meniadakan, melainkan saling melengkapi. Sebab di sanalah cita-cita Indonesia Emas 2045 disemai, di ruang-ruang kecil yang sunyi, dalam gerak tarian, dalam kalimat pembuka acara, dalam wajah-wajah siswa yang percaya bahwa perbedaan bukan beban, melainkan berkah. (Red)