Empat kelompok Dasa Wisma dari Desa Kertoraharjo, Kecamatan Tomoni Timur, terlihat begitu antusias pagi itu, Senin, 28 April 2025. Di Aula kantor desa, mereka tidak sekadar berlomba membuat masakan, tetapi tengah menyuarakan revolusi senyap: membangun kesadaran pangan sehat dan bergizi mulai dari rumah. Lewat Lomba Cipta Menu B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman), mereka membuktikan bahwa dapur bisa menjadi ruang edukasi, bukan sekadar tempat memasak.
Lomba yang merupakan salah satu program Tim Penggerak PKK Kecamatan Tomoni Timur ini tak hanya menghadirkan para juri dari TP PKK, Puskesmas, dan BPP. Lebih dari itu, ia menghadirkan peran aktif masyarakat, khususnya ibu-ibu rumah tangga, sebagai aktor utama dalam gerakan pangan lokal.
Ketua TP PKK Kecamatan, drg. Elizabeth Murniati, menjelaskan bahwa menu B2SA bukan konsep rumit yang hanya dipahami ahli gizi. Ia adalah prinsip dasar hidup sehat: makanlah secara beragam, pastikan ada unsur gizi, penuhi kebutuhan seimbang, dan pastikan bahan makanan aman dari kontaminasi. “Empat prinsip ini harusnya menjadi standar di setiap dapur rumah tangga,” ujar dokter gigi yang juga aktif di RSUD I Lagaligo Wotu ini.
Kegiatan ini akan menyasar seluruh desa sehingga nantinya semua desa di wilayah Kecamatan Tomoni Timur terlibat dalam gerakan ini. Sebuah perencanaan strategis yang menjadikan lomba bukan tujuan akhir, melainkan alat untuk menyebarluaskan nilai-nilai penting tentang ketahanan pangan dan pencegahan stunting.
Camat Tomoni Timur, Yulius, yang membuka acara secara langsung, memberi penekanan yang cukup bermakna. Bahwa lomba ini bukan soal siapa juaranya, tetapi bagaimana pengetahuan tentang gizi dan konsumsi sehat bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan selebrasi keterampilan memasak, melainkan pembelajaran kolektif dari akar rumput.
Penting dicatat, keikutsertaan para ibu dalam kegiatan ini bukan sesuatu yang sepele. Ketika seorang ibu memahami konsep pangan sehat, dampaknya tidak berhenti di dapur, tapi menyebar ke meja makan, ke pola makan anak, bahkan sampai pola hidup keluarga. Dalam struktur masyarakat desa, peran ibu adalah mata air perubahan.
Oleh karena itu, ketika PKK dan Dasa Wisma menghidupkan lomba B2SA, sesungguhnya mereka sedang mengembalikan posisi strategis dapur dalam rantai kesehatan masyarakat. Ini adalah pendekatan yang mungkin terdengar sederhana, tapi jika dikawal dengan konsisten, bisa menjadi gerakan yang membebaskan desa dari ancaman gizi buruk dan stunting.
Dan seperti yang ditunjukkan di Kertoraharjo, semangat bukanlah barang mahal. Ia ada di tengah masyarakat. Tinggal bagaimana kita merawatnya dan menjadikannya energi kolektif untuk perubahan. Karena pada akhirnya, perubahan besar seringkali bermula dari meja makan kecil di rumah kita sendiri.(Red/MD)